Sabtu, 21 November 2020

AKUNTANSI ISTISHNA’

 

AKUNTANSI ISTISHNA’

 

       I.            PENGERTIAN

Akad istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/ mustashni) dan penjual (pembuat/ shani’). Shani’ akan menyiapkan barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dimana dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain (istishna’ paralel). Selain itu, Istishna’ adalah akad jual beli antara al-mustashni’ (pembeli) dan as-shani’ (produsen yang juga bertindak sebagai penjual), penyerahan dilakukan kemudian dengan pembayaran sesuai kesepakatan. Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan al-mashnu’ (barang pesanan) sesuai spesifikasi yang diisyaratkan pembeli dn menjualnya dengan harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau dtangguhkan sampai jangka waktu tertentu.

Dalam PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna’ diperoleh beberapa pengertian yang berkaitan dengan transaksi Istishna’ adalah sebagai berikut:

1.      Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli,mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’).

2.      Istishna’ pararel adalah suatu bentuk akad istishna’ antara pemesan (pembeli, mustashni’) dengan penjual (pembuat, shani’) kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada mustashni’, penjual memerlukan pihak lain sebagai shani’.

3.      Pembayaran tanggguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat barang diserahkan kepda pembeli tetapi pembayaran dilakukan dalam bentuk angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.

Dalam kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah, Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia menjelaskan sebagai berikut:

1.      Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembauatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan/pembeli (mustashni’) dan penjual/pembuat (shani’)

2.      Istishna’ pararel adalah dua transaksi bai’ al-istishna’ yang dilakukan oleh para pihak secara simultan.

3.      Bai’ Istishna’ adalah kontrak penjualan atara pembelidan pembuat barang, menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak sepakat atas harga serta sistem pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.

Rukun Istishna’ adalah:

1.      Produsen/pembuat barang (shani’) dan juga menyediakan bahan bakunya

2.      Pemesan/pembeli barang (mustashni’)

3.      Proyek/usaha barang/jasa yang dipesan (mashnu’)

4.      Harga (Tsaman)

5.      Shighat/ijab Qabul.

Syarat-syarat Istishna’ (Muamalat Institue, Perbankan Syariah hal 59) adalah:

1.      Pihak yang berakal cakap hukum dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli.

2.      Ridha/ kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji.

3.      Apabila isi akad disyartakan shani’ hanya bekerja saja, maka akad ini bukan lagi istishna’ tetapi berubah menjadi akad ijarah.

4.      Pihak yang membuat menyatakan kesanggupan untuk mengadakan/membuat barang itu.

5.      Mashnu’ (barang/obyek pesanan) mempunyai kriteria yang jelas seperti jenis, ukuran (tipe), mutu dan jumlahnya.

6.      Barang tersebut tidak termasuk dalam kategorri yang dilarang syara’ (najis, haram, samar/tidak jelas) atau menimbulkan kemudharatan (menimbulkan maksiat).

Dalam PSAK 104 par 8 dijelaskan barang pesanan harus memenuhi kriteria:

1.      Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati

2.      Sesuai dengan spesifikasi pemesanan (customized), bukan produk massal

3.      Harus diketahui kerakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.

Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas (PSAK 104 par 13) atas(a) jumlah yang telah dibayarkan, dan (b)penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu. Dalam akad spesifikasi aset yang dipesan harus jelas, bila produk yang dipesan adalah rumah maka luas bangunan, model rumah dan spesifikasi harus jelas. Hargapun harus disepakati berikut cara pembayarannya, apakah 100% dibayarkan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai waktu tertentu. Begitu harga disepakati, maka selama masa harga tidak dapat berubah walapun biaya produksi meningkat, sehingga penjual harus memperhitungkan hal ini. Perubahan harga hanya dimungkinkan apabila spesifikasi atas barang yang dipesan berubah. Begitu akad disepakati maka akan mengikat para pihak yang bersepakat dan pada dasarnya tidak dapat dibatalkan, kecuali:

1.      Kedua belah pihak setujua untuk menghentikannya, atau

2.      Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad (PSAK 104 par 12).

Akad berakhir apabila kewajiban kedua belah pihak telah terpenuhi atau kedua belah pihak bersepakat untuk menghentikan akad.

 

 

    II.            JENIS AKAD ISTISHNA’

1.      Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/ mustashni) dan penjual (pembuat/ shani’).

Oval: PembeliOval: Penjual                                                             (1)

                                                             (2)

     (3)

Keterangan:

(1)   Melakukan akad istishna’

(2)   Barang diserahkan kepada pembeli

(3)   Pembayaran dilakukan oleh pembeli

2.      Istishna’ paralel adalah suatu bentuk akad istishna antara penjual dan pemesan, dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna’ dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi aset yang dipesan pemesan. Syaratnya akad istishna’ pertama (antara penjual dan pemesan) tidak tergantung pada istishna’ kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu, akad antara pemesan dengan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah dan penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama konstruksi.

Oval: PembeliOval: Penjual                                                             (1)

                                                             (4)

                                                             (5)

 


Rounded Rectangle: Produsen/ Pemasok                      (3)

                (2)

 

 


Keterangan:

(1)   Melakukan akad istishna’

(2)   Penjual memesan dan membeli pada supplier/produsen

(3)   Barang diserahkan dari produsen

(4)   Barang diserahkan kepada pembeli

(5)   Pembayaran dilakukan oleh pembeli

 III.            JENIS DAN ALUR TRANSKASI ISTISHNA’

Dalam transaksi kedudukan Lembaga Keuangan Syariah dapt bertindak sebagai produsen/pembuat/kontraktor. Disamping itu Lembaga Keuangan Syariah juga dapt berindak sebagaipemean/pembeli, atau bertindak sebagi produsen skaligus yang dilakukan secara simultan. Untuk memberikan gambaran masing-masing kedudukan Lembaga Keuangan Syariah, berikut penjelasan dan uraian yang lebih lengkap :

A.    Istishna’ Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembuat (produsen)

Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen dalam transaksi istishna’ ini dapat dilakukan untuk pengelolan dana seperti renovasi rumah, pembuatan perkebunan kelapa sawit dan sebagainya. Alur transaksi Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen adalah sebagai berikut :

                              1a. Pesan barang (akad ististhna)

                              2a. Penerimaan modal

 

 

SYAFULLAH                                                                     LKS BERKAH GUSTI

(pemesan/pembeli)                                                              (pembuat/produsen)

                            3a. Penyerahan barang pesanan

Dalam gambar diatas kedudukan Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembuat atau produsen atau kontraktor dan Lembaga Keuangan Syariah dapt menerima pesanan atas barang-barang yang masih memerlukan proses pembuatan. Gambar tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1.      Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen dan Nasabah sebagai pemesan melakukan negosiasi terutama tentang spesifikasi dan dituangkan dalam akad Istishna’

2.      Lembaga Keuangan Syariah menerima pembayaran harga (modal istishna’) dari Nasabah sesuai kesepakatan (misalnya pembayaran dilakukan dimuka atau sebagian dari modal selama dalam proses pembuatan barang).

3.      Barang  pesanan dari hasil produksi Lembaga Keuangan Syariah diserahkan kepada Nasabah sebagi pembeli atau pemesan. Dengan diserahkannya barang tersbut kewajiban bank syariah sebagi pembuat telah selesai.

B.     Istishna’ Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan

Transaksi istishna’ Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah dalam hal Lembaga Keuangan Syariah melakukan renovasi kantor atau gedung, pembangunan kantor dan sebagainya. Alur transaksi Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan dapat dilihat dalam gambar berikut:

Syariah sebagai produsen adalah sebagai berikut :

                              1b. Pesan barang (akad istishna)

                              2b. Penerimaan modal

 

 

LKS BERKAH GUSTI                                                                     PT ANUGRAH

(pemesan/pembeli)                                                                 (kontraktor/produsen)

                            3b. Penyerahan barang pesanan

Dalam gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.      Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan dan Nasabah sebagi kontraktor atau produsen melakukan negosiasi terutama tentang spesifikasi barang termasuk cara penyerahannya dan cara pembayaran atas barang tersebut, hingga disepakati dan dituangkan dalam akad istishna’.

2.      Lembaga Keuangan Syariah sebai pemesan membayar harga modal istishna’) kepada Nasabah sebagai produsen sesuai kesepakatan (misalnya pembayaran dilakukan dimuka atau sebagian dari modal selama dalam proses pembuatan barang).

3.      Barang pesanan dari hasil produksi nasabah diserahkan kepada Lembaga Keuangan Syariah sebagi pembeli atau pemesan. Dengan diserahkannya barang tersebut kewajiban Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembuat telah selesesai.

C.     Istishna’ Paralel

Istishna’ Paralel merupakan dua transaksi istishna’ yang dilakukan secara simultan. Hal ini dilakukan kalau Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen tidak dapat mengerjakan sendiri dan menyerahkan kepada pihak lain untuk membuatnya. Dalam istoshna’ paralel ini merupakan gabungan transaksi istisna’ Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembuat atau produsen dan Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan. Alur transaksi istishna’ paralel dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

Istishna bank syariah sebagai pembuat

 

Istishna bank syariah sebagai pembeli

 
 

 


                                1a. Pesan barang (akad 1)                                    1b. Pesan barang (akad 2)

 


                                   2a.  Penerimaan modal                                       2b. Penyerahan modal

 

SYAFULLAH                                                         LKS BERKAH GUSTI                             PT ANUGRAH                       

Pemesan/pembeli                                        (pembuat & pemesan)                   Sub kontraktor

                                                                                                                   

      3a. Penyerahan barang pesanan                                          3b.Penyerahan barang pesanan

Istishna paralel-bank syariah sebagai pemesan dan senagai pembuat dengan akad terpisah

 
 


                                                                                                                                                                    

 

Dalam gambar diatas kedudukan Lembaga Keuangan Syariah sebagi pembuat/pesanan/kontraktor sekaligus sebagai pemesan/pembeli yang dilakukan secara simultan. Dalam transaksi istishna’ paralel ini dapat dilakukan mana yang lebih dahulu, Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen atau Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan. Gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.      Dalam alur 1a, Nasabah (Syaifullah) sebagai pembeli akhir melakukan negosiasi kepada LKS Berkah Gusti sebgai kontraktor atas pembangunan gedung, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan spesifikasi gedung dan cara pembayarannya hingga diperoleh kesepakatan dan dituangkan dalam akd istishna’ (akad istishna’ pertama)

2.      Dalam alur 1b, oleh karena LKS Berkah Gusti tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan gedung tersebut ia menyerahkan kepada Nasabah (PT Anugrah) sebagai pelaksana pembangunan gedung/sub kontraktor karena kontraktor aslinya adalah LKS Berkah Gusti. Untuk itu dilakukan negosiasi, khususnya spesifikasi barang (sama dengan yang dipesan oleh Nasabah/Syaifullah sebagai pembeli akhir) dan cara pembayaran hingga kesepakatan dan dituangkan dalam akad istishna’ (akad istishna’ kedua). Sesuai ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional dijelaskan bahwa kedu akad tersebut tidak boleh saling terkaid, sehingga jika salah satu gagal tidak boleh membawa dampak pada pihak lain.

3.      Dalam alur 2a, Nasabah (Syaifullah) pembeli akhir melakukan pembayaran harga barang kepada LKS Berkah Gusti dan begitu juga dalm alur 2b , LKS Berkah Gusti menyerahkan modal pada Nasabah (PT Anugrah) sebagai subkontraktor sesuai kesepakatan. (ini jika pembayaran dilakukan dimuka atau dilakukan sebagian selama dalam proses produksi)

4.      Nasabah (PT Anugrah) sebagai subkontraktor setelah gedung selesai dibangun disrahkan kepada LKS Berkah Gusti sebagai pemesan (alur 3a). Jika gedung tidak sesuai spesifikasi yang disepakati LKS Berkah Gusti dapat menolak. Dan seterusnya LKS Berkah Gusti menyerahkan gedung kepada Nasabah (syaifullah) pembeli akhir (alur 3b). Misalnya atas keteledoran LKS Berkah Gusti dalam menentukan spesifikasi barang atau penerimaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan Nasabah (syaifullah) pembeli akhir menolak gedung tersebut, maka LKS Berkah Gusti harus bertanggung jawab sehingga barang sesuai spesifikasi yang disepakati. Kewajiban produsen adalah kewajiban penyerahan barang sesuai spesifikasi yang telah disepakati (bukan penyerahan kembali uang).

Jika dalam sebuah kontrak istishna’a pemesan/pembeli mengizinkan penjula/produseJika dalam sebuah kontrak istishna’ pemesan/pembeli mengizinkan penjula/produsen (al-sani’) untuk menggunakan subkontraktor untuk melaksanakan kontrak tersebut, maka penjual atau produsen (al-sani’) bisa memulai kontrak baru Istishna’a dengan pandangan melaksanakan kewajibannya pada kontrak pertama. Kontrak baru ini dikenal sebagai Istishna’ paralel yang merupakan subkontrak dimana kewajiban al-sani’ pada kontrak ertama dilaksanakan (aaoifi, 2000). Meskipun demikian :

1.      Lembaga Keuangan Syariah sebagi penjual/produsen pada kontrak pertama tetap satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kewajibannya seolah-olah tidak ada Istishna’ pararel sehingga, penjual/produsen pada kontrak pertama tetap bertanggung jawab ats setiap kesalahan, kelalaian atau pelanggaran kontrak yang berasal dari kontrak paralel.

2.      Penjual/produsen pada Istishna’ paralel bertanggung jawab terhadap pemesan/pembeli (Lembaga Keuangan Syariah) sebagaimana dia melaksanakan kewajibannya. Dia tidak mempunyai hubungan legal secar langsung dengan pemesan/pembeli pada kontrak pertama. Istishna’a kedua merupakan kontrak paralel, tetapi bukan transaksi bersyaratpada kontrak pertama. Secara legal keduanya merupakan kontrak yang berbeda dilihat dilihat dari hak dan kewajibannya.

3.      Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual/produsen berkewajiban kepada pemesan/pembeli terhadap kesalahan pelaksanaan subkontraktor dan jaminan yang timbul darinya. Kewajiban inilah yang membenarkan keabsahan Istishna’ paralel dan yang juga membenarkan keuntungan oleh Lembaga Keuangan Syariah, jika ada.

 IV.            KARAKTERISTIK  ISTISHNA’

Dari definisi diatas dapat dilihat bahwa istishna’ merupakan jual beli dimana penyerahan barang dilakukan dengan kemudian dengan pembayaran sesuai kesepakatan, yaitu pembayaran dilakukan dimuka seluruhnya sebelum proses produksi dilakukan atau pembayaran dilakukan selam proses produksi atau pembayaran dilakukan setelah barang pesanan diterima. Dewan syariah nasional menetapkan tentang jual beli istishna’ sebagi tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 06/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 4 April 2000 (Fatwa, 2006) sebagi berikut :

Pertama : keterangan tentang pembayaran

1.      Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, brang, atau manfaat.

2.      Pembayaran dilakukan sesuai dengan manfaat.

3.      Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

Kedua : ketentuan tentang barang.

1.      Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang

2.      Harus dapat dijelaskan spesifikasinya

3.      Penyerahan dilakukan kemudian

4.      Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepatan

5.      Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.

6.      Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan

7.      Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.

Ketiga : Ketentuan lain.

1.      Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepatan, hukumnya mengikat.

2.      Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli Isnishna’.

3.      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jiak terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrasi syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Sedangkan fatwa yang berkaitan dengan Istishna’ Paralel sebagaiman tercantum dalam Fatwa DSN no22/DSN-MUI/III/2004 tanggal 28 Maret 2004 (Ftawa,2006) sbb :

1.      Jika LKS melakukan istishna’ untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah ia dapat melakukan istishna’ lagi dengan pihak lain pada obyek yang sama, dengan syarat istishna’ pertama tidak bergantung (mu’allaq) pada istishna’ kedua.

2.      Emua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad istishna’ (Fatwa DSN No.6/ DSN.MUI/IV/2000) berlaku pula dalam Istishna’ Pararel.

Dalam PSAK 104 tentang Akuntansi Istoshna’ dijelaskan karakteristik Istishna’ sebagai berikut :

1.      Berdasarkan akad istishna’, pembeli menugaskan penjual untuk menyediakan barang pesanan (mushnu’) sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk diserahkan kepada pembeli, dengan cara pembayaran dimuka atau tangguh.

2.      Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awla akad. Ketentuan barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.

3.      Barang pesanan harus memenuhi kriteria :

a)      Memerlukan proses pemuatan setelah akad disepakati;

b)      Sesuai dengan spesifikasi pemesan (customized) bukan produk massal; dan

c)      Harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.

4.      Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.

5.      Entitas dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna’. Jika entitas bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (produsen atau kontraktor) untuk membuat barang pesanan juga dengan cara istishna’; maka hal ini disebut istishna’ pararel.

6.      Istishna’ pararel dapat dilakukan dengan syarat akad pertama, antara entitas dan pembeli akhir, tidak bergantung (mu’allaq) dari akad kedua, anatara entitas dan pihak lain.

7.      Pada dasarnya Istishna’ tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:

a)      Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; atau

b)      Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.

8.      Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas :

a)      Jumlah yang telah dibayarkan; dan

b)      Penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.

    V.            DASAR SYARIAH

1.      Sumber Hukum Akad Istishna’

Amr bin ‘Auf berkata:

“Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharumkan yang halal dan menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terkait dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan haram.”(HR.Tirmidzi)

Abu Sa’id al-Khudri berkata: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.”(HR. Ibnu Majah, Daruquthni, dan yang lain)

Masyarakat telah mempraktikkan istishna’ secara luas dan terus-menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Istishna’ sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontark selama tidak bertentangan dengan nash atau aturan syariah.

2.      Rukun dan Ketentuan Akad Istishna’

Adapun rukun istishna’ ada tiga yaitu:

1)      Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/ mustashni) dan penjual (pembuat/ shani’).

2)      Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna’ yang berbentuk harga.

3)      Ijab kabul/ serah terima.

Ketentuan syariah

1)      Pelaku, harus cakap hukum dan baligh.

2)      Objek akad:

a)      Ketentuan tentang pembayaran

1.)    Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat, demikian juga dengan cara pembayarannya.

2.)    Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan tetapi apabila setelah akad ditandatangani pembeli mengubah spesifikasi dalam akad maka penambahan biaya akibat  perubahan ini menjadi tanggung jawab pembeli.

3.)    Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan.

4.)    Pembayaran tidak boleh berupa pembebasan utang.

b)      Ketentuan tentang barang

1>    Barang pesanan harus jelas spesifikasinya (jenis, ukuran, mutu) sehingga tidak ada lagi jahalah dan perselisihan dapat dihindari.

2>    Barang pesanan diserahkan kemudian.

3>    Waktu dan penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

4>    Barang pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual.

5>    Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.

6>    Dalam hal terdapat casat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.

7>    Dalam hal pesanan sidah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya, mengikat, tidak boleh dibatalkan sehingga penjual tidak dirugikan karena ia telah menjalankan kewajibannya sesuai kesepakatan.

3)      Ijab kabul

Adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

3.      Berakhirnya Akad Istishna’

Kontrak istishna’ bisa berakhir berdasarkan kondisi-kondisi berikut:

(1)   Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah pihak

(2)   Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak

(3)   Pembatalan hukum kontrak atau penyelesaiannya, dan masing-masing pihak bisa menuntut pembatalannya

 VI.            CAKUPAN ISTISHNA’

Pengukuran, pengakuan, penyajian dan pengungkapan transaksi Istishna’ dan Istishna’ paralel yang sebelumnya diatur dalam PSAK 59 entang Akuntansi Perbankan Syariah diganti dengan PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna’. Dalam PSAK 104 dijelaskan cakupan penerapan akuntansi sebagai berikut:

1.      Pernyataan ini diterapkan untuk :

a)   Lembaga Keuangan Syariah yang melakukan transaksi salam baik sebagai penjual maupun pembeli; dan

b)  Pihak-pihak yang melakukan transaksi salam dengan Lembaga Keuangan Syariah.

2.      Pernyataan ini tidak mencangkup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah(sukuk) yang menggunakan akad salam.

3.      Lembaga Keuangan Syariah yang dimaksud, antara lain, adalah:

a)   Perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b)  Lebaga keuangan syariah non-bank seperti asuransi, lembaga pembiayaan, dan dana pensiun;dan

c)   Lembaga keuangan lain yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjalankan transaksi salam.

Jika cakupan akuntansi istishna’ dalam PSAK ini adalah untuk Lembaga Keuangan Syariah dalm melaksanakan transaksi istishna’ baik Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual atau produsen atau subkontraktor maupun Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli atau pemesan. Disamping itu juga dibahas pihak-pihak yang terkait dengan traksaksi istishna’ yang dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan Syariah tersebut. PASK 104 ini lebih jelas dan pada PSAK 59 misalnya dalam hal pemahaman tentang transaksi istishna’ yang pembayarannya dilakukan dengan tangguh. Dalam PSAK 104 ini dibahas tentang penyatuan dan segmentasi akad, dan tambahan yang dapat dilaksanakan dalam transaksi istishna’. Untuk menegetahui kapan akuntansi pembeli dan akuntansi penjual dalam transaksi dilaksanakan dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

 

 


                                                                                   

 

                                1a. Pesan barang (akad 1)                                    1b. Pesan barang (akad 2)

 


                                   2a.  Penerimaan modal                                       2b. Penyerahan modal

 

                                                                                          LK Syariah                                                                                         

Pemesan/pembeli                                                                                                          Sub kontraktor

 

      3a. Penyerahan barang pesanan                                          3b.Penyerahan barang pesanan

AKUNTANSI PENJUAL

 

AKUNTANSI PEMBELI

 
 


                                                                                                                                                                    

 

Gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.      Dalam transaksi istishna’ Lembaga Keuangan Syariah dapat bertindak sebagai pembuat atau produsen atau penjual atau subkontraktor dan bertindak sebagai  pemesan atau nasabah pembeli akhir. Oleh karena itu dalam transaksi istishna’ ini Lembaga Keuangan Syariah sebagai subkontraktor menerapkan akuntansi penjual dan nasabah sebagai pembeli akhir menerapkan akuntansi pembeli.

2.      Disisi lain  dalam transaksi istishna’ Lembaga Keuangan Syariah dapat bertindak sebagai pemesan atau pembeli dan nasabah bertindak sebagai penjual atau sebagai kontraktor. Oleh karena itu dalam istishna’ ini Lembaga Keuangan Syariah menerapkan akuntansi pembeli dan nasabah sebagai kontaktor menerapkan akuntansi penjual.

3.      Dalam hal Lembaga Keuangan Syariah melaksanakan transaksi istishna’paralel, maka Lembaga Keuangan Syariah sebagai kontraktor (akad istishna’ pertama) menerapkan akuntansi penjual dan sebagi pembeli (akad istishna’ pertama) menerapkan akuntansi penjual dan sebagai pembeli (akad istishna’ kedua) menerapkan Akuntansi pembeli.

VII.            PERLAKUAN AKUNTANSI (PSAK 106)

A.    Akuntansi untuk Penjual

Pengakuan untuk setiap aset tergantung dari akadnya. Jika proposal, negoisasi dan biaya serta pendapatan aset dapat diidentifikasi terpisah, maka akan dianggap akad terpisah. Jika tidak, maka akan dianggap satu akad. Jika ada pesanan tambahan dan nilainya signifikan atau negoisasikan terpisah, maka dianggap akad terpisah.

(1)   Biaya perolehan istishna’ terdiri atas:

a.       Biaya langsung yaitu: bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat barang pesanan, atau tagihan produsen/kontraktor pada entitas untuk istishna’ paralel.

b.      Biaya tidak langsung adalah biaya overhead termasuk biaya akad dan pra akad.

c.       Khusus untuk istishna’ paralel: seluruh biaya akibat produsen/kontraktor tidal dapat memenuhi kewajiban jika ada.

Biaya perolehan/pengeluaran selama pembangunan atau tagihan yang diterima dari produsen/kontraktor akan diakui sebagai aset istishna’ dalam penyelesaian, sehingga jurnal yang dilakukan bila entitas melakukan pengeluaran untuk akad istishna’ adalah:

Dr. Aset Istishna’ dalam penyelesaian

xxx

Kr. Persediaan, Kas, Utang, dll

xxx

Untuk akun yang dikredit akan tergantung apa yang digunakan oleh perusahaan untuk memenuhi kewajiban akad tersebut.

Beban pra akad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya istishna’ jika akad disepakati. Jika akad tidak disepakati maka biaya tersebut dibebankan pada periode berjalan.

Saat dikeluarkan biaya pra akad, dicatat:

Dr. Biaya Pra Akad Ditangguhkan

xxx

Kr. Kas

xxx

Jika akad disepakati, maka dicatat:

Dr. Beban Istishna’

xxx

Kr. Biaya Pra Akad Ditangguhkan

xxx

Jika akad tidak disepakati, maka dicatat:

Dr.

xxx

Kr. Biaya Pra Akad Ditangguhkan

xxx

(2)   Jika pembeli melakukan pembayarn sebelum tanggal jatuh tempo dan penjual memberikan potongan, maka potongan tersebut sebagai pengurang pendapatan istishna’.

(3)   Pengakuan pendapatan dapat diakui dengan 2 metode:

a.       Metode persentase peneylesaian, adalah sistem pengakuan pendapatan yang dilakukan seiring dengan proses penyelesaian berdasarkan akad istishna’

b.      Metode akad selesai adalah sistem pengakuan pendapatan yang dilakukan ketika proses penyelesaian pekerjaan telah dilakuakn.

Dari kedua metode ini PSAK 104 menyarankan penggunaan metode persentase penyelesaian, kecuali jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya penyelesaian tidak dapat ditentukan secara rasional maka digunakan metode akad selesai.

(4)   Untuk metode persentase penyelesaian, pengakuan pendapatan dilakukan sejumlah bagian nilai aka yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan tersebut diakui sebagai pendapatan istishna’ pada periode yang bersangkutan.

a.       Pendapatan diakui berdasarkan persentase akad yang telah terselesaikan biasanya estimasi menggunakan dasar persentase pengeluaran biaya yang dilakukan dibandingkan dengan total biaya, kemudian persentase tersebut dikalikan dengan nilai akad.

b.      Margin keuntungan juga diakui berdasarkan cara yang sama dengan pendapatan.

Persentase penyelesaian

:

Biaya yang telah dikeluarkan

Total biaya untuk penyelesaian

Pengakuan pendapatan

:

Persentase penyelesaian x Nilai akad

Pengakuan margin

:

Persentase penyelesaian x Nilai margin

Dimana nilai margin tersebut adalah : Nilai akad - Total biaya

Untuk pengeluaran pendapatan ditahun-tahun berikutnya jika proses pembangunannya lebih dari satu tahun:

Pendapatan tahun berjalan

=

Pendapatan diakui sampai dengan saat ini

-

Pendapatan yang telah diakui

(5)   Untuk metode persentase penyelesaian, bagian margin keuntungan istishna’ yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan pada aset istishna’ dalam penyelesaian.

(6)   Untuk metode persentase penyelesaian, pada akhir periode harga pokok istishna’ diakui sebesar biaya istishna’ yang telah dikeluarkan sampai periode tersebut.

(7)   Untuk metode akad selesai tidak ada pengakuan pendapatan, harga pokok dan keuntungan sampai dengan pekerjaan telah dilakukan. Sehingga pendapatan diakui pada periode dimana pekerjaan telah selesai dilakukan.

(8)   Jika besar kemungkinan terjadi bahwa total biaya perolehan istishna’ maka taksiran kerugian harus segera diakui.

(9)   Pada saat penagihan baik metode persentase penyelesaian atau akad selesai, maka jurnal:

Dr. Piutang istishna’(sebesar nilai tunai)

xxx

Kr. Termin istishna’

xxx

Termin istishna’ tersebut akan disajikan sebagai akun pengurang dari akun aset istishna’ dalam penyelesaian.

(10)      Pada saat penerimaan tagihan, maka jurnal:

Dr. Kas (sebesar uang yang diterima)

xxx

Kr. Piutang usaha

xxx

(11)      Penyajian, penjualan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:

a)      Piutang istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir.

b)      Termin istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ dalam jumlah tagihan termin penjual kepada pembeli akhir.

(12)      Pengungkapan, penjual mengungkapkan transaksi istishna’ dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:

a)      Metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan kontrak istishna’.

b)      Metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak yang sedang berjalan.

c)      Rincian piutang istishna’ berdasarkan jumlah, jangka waktu, dan kualitas piutang.

d)     Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

Jika akad istishna’ dilakukan dengan pembayaran tangguh, maka pengakuan pendapatan dibagi menjadi 2 bagian:

1.    Margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila istishna’ dilakukan tunai akan diakui sesuai persentase penyelesaian.

2.    Selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama periode pelunasan secara proposional sesuai dengan jumlah pembayaran.

Walaupun dari 2 bagian tersebut, hanya ada satu harga yang ditetapkan dalam akad.

Berdasarkan hal tersebut, maka perbedaan jurnal istishna’ tangguhan dengan istishna’ yang dibayar tunai terletak pada 2 jurnal yang terdiri atas: jurnal untuk pengakuan pendapatan dan jurnal untuk pengakuan margin keuntungan.

1.      Jurnal pengakuan margin keuntungan pembuatan barang adalah:

Dr. Aset istishna’ dalam penyelesaian (sebesar margin keuntungan)

Dr. Beban istishna’ (sebesar biaya yang dikeluarkan)

xxx

xxx

Kr. Pendapatan istishna’ (sebesar pendapatan yang harus diakui di periode berjalan)

xxx

2.      Jurnal pengakuan pendapatan selisih antara nilai akad dan nilai tunai.

Pada saat penandatanganan akad:

Dr. Piutang istishna’ (sebesar selisih nilai tunai dan nilai akad)

xxx

Kr. Pendapatan istishna’ tangguh

xxx

Pada saat pembayaran dan pengakuan pendapatan selisih nilai tunai dan niali akad:

Dr. Pendapatan istishna’ tangguh (secara proporsional periode)

xxx

Kr. Pendapatan akad istishna’

xxx

Dr. Piutang istishna’ (sebesar kas yang diterima)

xxx

Kr. Kas

xxx

Untuk membedakan apakah suatu akad istishna’ yang pembangunan aset istishna’nya dilakukan lebih dari satu tahun itu dikelompokkan sebagai akad tunai dan atau akad tangguh, maka yang harus menjadi dasar adalah sesuai waktu serah terimanya.

B.     Akuntansi untuk Pembeli

(1)   Pembeli mengakui aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui utang istishna’ kepada penjual. Jurnal:

Dr. Aset istishna’ dalam penyelesaian

xxx

Kr. Utang kepada penjual

xxx

(2)   Aset istishna’ yang diperoleh melalui transaksi istishna’ dengan pembayaran tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar : biaya perolehan tunai. Selisih sntara harga beli yang disepakati dalam akad istishna’ tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban istishna’ tangguh.

Dr. Aset istishna’ dalam penyelesaian (sebesar nilai tunai)

Dr. Beban istishna’ tangguh (selisih nilai tunai dengan harga beli)

xxx

xxx

Kr. Utang kepada penjual

xxx

(3)   Beban istishna’ tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan utang istishna’. Jurnal:

Dr. Beban  istishna’

xxx

Kr. Beban istishna’ tangguh

xxx

Pembayaran utang. Jurnal:

Dr. Utang kepada penjual

xxx

Kr. Kas

xxx

(4)   Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual, dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian tersebut dikurangkan dari garansi penyelesaian proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian itu lebih besar dari garansi, maka selisihnya diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang. Jurnal:

Dr. Piutang jatuh tempo kepada penjual

xxx

Kr. Kerugian aset istishna’

xxx

Setelah sebelumnya pembelu mengakui adanya kerugian.

(5)   Jika pembeli menolah menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi dan tiadk memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual, maka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.

Dr. Piutang jatuh tempo kepada penjual

xxx

Kr. Aset istishna’ dalam penyelesaian

xxx

(6)   Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.

Dr. Aset istishna’ dalam penyelesaian (nilai wajar)

Dr. Kerugian

xxx

xxx

Kr. Aset istishna’ dalam penyelesaian (biaya perolehan)

xxx

(7)   Penyajian, pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:

a.       Utang istishna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.

b.      Aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar:

(i)                 Persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli akhir, jika istishna’ paralel; atau

(ii)               Kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna’

(8)   Pengungkapan, pembeli mengungkapkan transaksi istishna’ dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:

a.       Rincian utang istishna’ berdasarkan jumlah dan jangka waktu

b.      Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2011. Akuntansi Syariah di Indonesia. Salemba           Empat: Jakarta.

Wiroso. 2011. Akuntansi Transaksi Syariah. Penerbit  IAI: Jakarta.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar